Entah aku bermimpi untuk hidup atau hidup untuk bermimpi. Aku ragu. Aku tidak bisa memutuskan diantara pilihan itu. Tapi aku tahu akan timbul kehampaan yang besar ketika kita bernafas, melangkah, atau bahkan berlari tanpa mimpi. Semenjak kecil aku terbiasa untuk diajak bermimpi. Mimpi bagiku seperti target. Dengan adanya mimpi, apa yang aku lakukan terasa lebih berarti. Orang tuaku selalu ada untuk mendengar mimpi - mimpiku, dan mengarahkanku agar tidak memimpikan hal - hal remeh. Bermimpi adalah hak, mengapa harus dibatasi? Perbandingan mimpi dan kekhawatiran haruslah 70% banding 30%. Biarlah sifat alami manusia itu tetap ada, agar kita bisa cerdas bermimpi dan bisa legawa ketika mimpi itu harus diubah. Aku tidak mengatakan musnah, karena dalam hidup habislah kita kalau target itu musnah. Kita hanya perlu menggantinya dengan yang baru.
Bermimpilah agar kamu bisa menjawab pertanyaan - pertanyaan "Kenapa" yang tidak akan berhenti sampai akhir hidupmu nanti. Pertanyaan - pertanyaan yang muncul karena rasa heran orang - orang terhadap keputusanmu. Bermimpilah, agar tidak goyah keputusanmu ketika mendapat pertanyaan - pertanyaan keraguan orang. Dalam tidurpun, mimpi tidak selalu indah. Begitu pula kenyataan. Kadang mimpi yang kita gantungkan terlalu berat sehingga akhirnya jatuh. Bermimpilah tidak hanya setinggi - tingginya, namun juga sebanyak - banyaknya.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorHi! I'm Abigail Adeline. You can call me whatever because I have a tons of nicknames. Currently a student and have a big willingness to be a mom in the future (IYALAH!). Through this blog I'm trying to share my experiences because you know what, learn from your own experiences is good but learn from others' experiences is better. Archives
January 2017
Categories
All
|