Memori apa yang timbul ketika mencium bau obat? Kebahagiaan atau kesedihan? Minggu lalu baru saja aku keliling ke rumah sakit – rumah sakit untuk menjenguk adik – adik yang baru saja melihat dunia dalam hitungan jam. Kali itu bau obat melayangkan memori indah kebahagiaan. Bahkan kesakitan si ibu pun dapat dengan cepat terganti dengan tangisan bahagia. Aku yakin kala keluarga mereka termenung pasti masa depan lah yang terbayangkan. Apa yang kira – kira si bayi ucapkan pertama, bagaimana lucunya ia, apakah topi dengan telinga beruang akan cocok dengan dia, dan sebagainya. Catatan ini ditulis di ruang tunggu ICU, ditengah beberapa ibu – ibu yang menangis. Termasuk nenekku yang sedang duduk disebelahku. Posisiku saat ini apabila di dalam film harusnya aku menjadi tokoh yang menangis. Aku sedih, namun mataku kering. Aneh, padahal ketika menonton drama, tidak jarang aku ikut menitikkan air mata disaat tokoh sedang mengalami apa yang aku alami. Bisa jadi hari ini adalah hari tersunyi 2016. Beberapa menangis, beberapa tediam, namun aku tahu masing – masing dari kami memikirkan seuatu yang rumit. Apabila minggu lalu bayangan orang – orang di rumah sakit adalah bayangan akan masa depan, berkebalikan, saat ini kami yang ada di ruang tunggu sibuk akan memory masa lalu.
Orang – orang yang kami tunggu masih ada namun seolah tidak ada. Mereka terdiam terbaring di dalam ruang ICU. Bertemu pun hanya bisa beberapa menit saja. Kami kehilangan sebelum orang itu menghilang, terang saja memory kami memutar moment – moment indah bersama orang yang kami tunggui. Satu hal yang aku sadari, tangis di ruangan ini merupakan hasil dari memory tersebut. Bentuk dari rasa bersalah pada diri sendiri. Keluarga dari yang berada di ruangan ini seolah diajak untuk merenungi arti hadir orang yang sedang terbaring lemah di dalam. Merasakan dari benarnya kalimat “Kamu akan tahu betapa berharganya seseorang ketika orang itu tidak ada”. Orang – orang di dalam diambil sejenak dari kita, entah apa yang terjadi selanjutnya. Entah akan diberi kesempatan kedua, atau akan diakhiri begini, biarlah Tuhan yang memutuskan.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorHi! I'm Abigail Adeline. You can call me whatever because I have a tons of nicknames. Currently a student and have a big willingness to be a mom in the future (IYALAH!). Through this blog I'm trying to share my experiences because you know what, learn from your own experiences is good but learn from others' experiences is better. Archives
January 2017
Categories
All
|